WISAtA INDONESIA | Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali menyoroti pentingnya sinergi antar elemen masyarakat dan pelaku pariwisata untuk menjaga citra positif pariwisata Pulau Dewata. Hal ini menjadi respons atas pemberitaan di media online yang menyebut Bali sebagai salah satu dari 15 destinasi yang tidak layak dikunjungi pada tahun 2025.
Fodor’s No List 2025 menempatkan Bali di peringkat teratas destinasi yang disarankan untuk dihindari. Disebutkan bahwa pembangunan yang pesat dan tak terkendali akibat overtourism kini mengancam habitat alami Bali, merusak warisan lingkungan serta budaya, dan memicu apa yang disebut sebagai “plastic apocalypse.”
Ketua Bidang VIII bagian Pariwisata, Ekonomi Kreatif, dan Infokom BPD HIPMI Bali, Gd Andika Prayatna Sukma, SE, mengutarakan bahwa tantangan utama pariwisata di Bali bukan sekadar “overtourism”, melainkan ketimpangan distribusi wisatawan yang terpusat di Bali Selatan. Hal ini menyebabkan wilayah lain di Bali, yang memiliki kekayaan budaya dan keindahan alam, kurang mendapat sorotan dari wisatawan maupun pengelola pariwisata.
Menurutnya, Bali tetap menjadi salah satu destinasi wisata unggulan dunia berkat keindahan alam, keberagaman budaya, dan keramahtamahan masyarakatnya. “Pariwisata Bali terus berkembang dengan berbagai inovasi. Fenomena plastic apocalypse mempertegas kebutuhan mendesak akan pengelolaan sampah plastik yang lebih efektif dan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Melalui HIPMI kami memiliki program HIPGREEN untuk mengedukasi tentang pariwisata berkelanjutan berdasarkan prinsip Tri Hita Karana,” tutur Andika.
HIPMI Bali menyoroti perlunya pemerataan kunjungan wisatawan ke berbagai wilayah di Bali. Saat ini, mayoritas Kuta, Legian, Seminyak, Canggu, Jimbaran, Uluwatu, dan Nusa Dua, yang mengakibatkan kemacetan dan tekanan terhadap infrastruktur. HIPMI percaya bahwa Bali memiliki banyak potensi wisata yang belum tergali secara maksimal di wilayah utara, timur, dan barat.
Pengembangan destinasi di wilayah ini akan membuka peluang baru sekaligus mengurangi beban di Bali Selatan. Untuk itu, HIPMI Bali juga siap menjadi mitra dalam penyusunan master plan desa wisata berkelanjutan, melalui program pengembangan produk pariwisata, inovasi produk wisata, dan pengelolaan destinasi wisata yang belum optimal.
Terkait masalah kemacetan, HIPMI Bali menyambut baik rencana pengembangan transportasi publik, seperti MRT dan sistem transportasi terintegrasi serta rencana pembangunan bandara baru. Infrastruktur transportasi yang memadai akan meningkatkan kenyamanan wisatawan sekaligus mendukung mobilitas masyarakat lokal.
Selain itu, pengurangan sampah plastik juga menjadi fokus perhatian. HIPMI Bali akan berupaya mendorong para pelaku usaha untuk mendukung kebijakan pengurangan penggunaan plastik, mempromosikan produk ramah lingkungan, serta melakukan edukasi terkait pengelolaan sampah baik bagi pelaku wisata maupun wisatawan.
“Kegiatan itu meliputi kampanye daur ulang dan penggunaan alternatif bahan kemasan yang lebih ramah lingkungan,” ujarnya.
Dalam era digital, isu yang muncul di media sosial memiliki dampak besar terhadap pariwisata. Pariwisata sangat mudah terpengaruh oleh isu-isu negatif.
HIPMI Bali mengingatkan semua pihak untuk lebih cerdas dalam membagikan informasi. “Informasi yang tidak akurat atau negatif dapat memengaruhi persepsi global tentang Bali. Oleh karena itu, mari kita saring sebelum berbagi,” kata Andika.
Terlepas dari sejumlah pemberitaan negatif, Bali juga mencatat berbagai pencapaian membanggakan. Desa Wisata Les di Buleleng terpilih sebagai Desa Wisata Terbaik dalam ajang ADWI 2024.
Desa wisata Jatiluwih yang berhasil memenangkan predikat UN Tourism – Best Tourism Village 2024 sekaligus terpilih menjadi pemenang kategori khusus Desa Ramah Digital, sebuah apresiasi oleh Kompetisi Inovasi Model Bisnis Dewiku (Desa Wisata Kreatif Unggulan) dari Bank Indonesia bersinergi dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) Pariwisata. Penghargaan ini baru saja dianugerahkan pada Kamis, 21 November 2024.
“Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan mengembangkan potensi Bali agar tetap menjadi destinasi wisata kelas dunia,” tutupnya.[]